"Sendza"
Kebaikan itu hanya menatap sayu,
melihat keluguan seorang pemuda yang mulai nampak lusuh raut mukanya..
Bagi beranda hati yang tak henti mengharap nur suci..
Bagi seonggok daging yang selalu berharap selamat saat kiamat..
Dengan apa malammu kau pertanggung jawabkan..
Sementara siangmu kerap kau abaikan..
Meski tak seindah mutiara yang dibuat dalam cangkang karang..
Nafsu bejat itu selelu berusaha dia jinakkan..
Nafsu..
Ketika dia mengharap sesuatu yang bukan haknya..
Nafsu..
Ketika semua orang harus sejalan dengan pemikirannya..
Nafsu..
Ketika dia mulai putus asa dengan indah pengharapannya..
Sedang saujana yang terlihat hanya tangisan hangat bunga rumput yang tertutup kelopak takut
Usai memutar biji tashbih…
Kenapa air mata ini tak mau keluar?
Dengan di iringi kepiluan…
''percuma tarian pena ku goreskan melukis syair- syair hikmah kehidupan!,
Sedang hatiku sendiri buta tuk membaca..
Jumat, 30 Mei 2014
Jumat, 23 Mei 2014
"DOSA"
Seperti baris hitam di atas putih yang melebar luas di atas kanfas..
Terlalu jauh hingga menelanjangi naluri bersama serapah atheis..
Hukuman..
Masihkah berarti tanya bergulir menganulir anasir terpetik dari gumpalan dosa yang mengebiri satu janji yg di nukilkan dari Arasy..
Hingga palu api mencambuk mencukur lembar nyawa menukar dengan Bilur azab siksa..
Tapi jangan kamu fikir itu sebuah akhir dari lukisan karma..
TIDAK..!!!
Sendiri melukiskan peta kemuskilan terbantah angkuh kabar yang di definisi jelas dari samawi berelevansi kini..
Tapi
Jejak manis adalah neraka berkiblat terlupa..
Meski hilang segala punya mengakali benak..
Mati
Sakit
Terbuang keinginan dalam ruang pengampunan pendakian keinginan..
Sekali..
Cuma satu kali..
Takan terdengar lg penawaran..
Maka menangis lah tangis derita..
Terlalu jauh hingga menelanjangi naluri bersama serapah atheis..
Hukuman..
Masihkah berarti tanya bergulir menganulir anasir terpetik dari gumpalan dosa yang mengebiri satu janji yg di nukilkan dari Arasy..
Hingga palu api mencambuk mencukur lembar nyawa menukar dengan Bilur azab siksa..
Tapi jangan kamu fikir itu sebuah akhir dari lukisan karma..
TIDAK..!!!
Sendiri melukiskan peta kemuskilan terbantah angkuh kabar yang di definisi jelas dari samawi berelevansi kini..
Tapi
Jejak manis adalah neraka berkiblat terlupa..
Meski hilang segala punya mengakali benak..
Mati
Sakit
Terbuang keinginan dalam ruang pengampunan pendakian keinginan..
Sekali..
Cuma satu kali..
Takan terdengar lg penawaran..
Maka menangis lah tangis derita..
Kamis, 22 Mei 2014
"ALif"
Sendza
Ku tuliskan selarik kisah di antara kemuning senja..
Deretan luka yang berjejer dalam hatiku tiada lah yangg tau..
Bersimbah pedih dan nyeri melewati setiap pilihan hidup..
Alif lah aku dalam perjalanan ini..
Ku lihat rona senja mulai meredup diantara cakrawala yang hampir mrenggut terang..
Bentangan do'a,, ku labuhkan diantara mega yang mengambang..
Ini lah pilihan-Mu ya ROBB..
Ini lah ketentuan-Mu YA zaljalaali..
Kuatkan aku disetiap helaan nafasku..
Hibur lah aku di setiap sela ejaan membaca jawaban dari semua pertanyaan..
Ku tuliskan selarik kisah di antara kemuning senja..
Deretan luka yang berjejer dalam hatiku tiada lah yangg tau..
Bersimbah pedih dan nyeri melewati setiap pilihan hidup..
Alif lah aku dalam perjalanan ini..
Ku lihat rona senja mulai meredup diantara cakrawala yang hampir mrenggut terang..
Bentangan do'a,, ku labuhkan diantara mega yang mengambang..
Ini lah pilihan-Mu ya ROBB..
Ini lah ketentuan-Mu YA zaljalaali..
Kuatkan aku disetiap helaan nafasku..
Hibur lah aku di setiap sela ejaan membaca jawaban dari semua pertanyaan..
Selasa, 20 Mei 2014
Kerinduan
kubiarkan ombak mengusap kedua kakiku seperti menari-nari dalam buaian keriaan kalbumu..
Kupandang jauh di ufuk kebiruan berpadu yg menyatukan langit dan laut..
Namun waktupun sekejap berlalu beranjak dari pesona..
Dengan hamparan pasir mu debur ombak yang berdebar dan keceriaan tertawa tersenyum serta lesung pipimu bak guratan pasir..
jemari kokoh yang sesekali gelombang menyapanya..
waktu yang tak pernah kembali berjalan bahkan berlari..
Ijinkanlah kutemui tp bukan sekedar untaian mimpi..
Hitam Birumu
"Sendza"
Dentuman keras mnggelepar dalam hatiku
Remuk seluruh tulangku
Luluh semua nadiku
Ketika cacian itu kau lontarkan
Yang membuat ku berbalik arah
Seperti itu kah caramu menyayangiku?
Bak api membakar ranting kering menjadi debu
Mulut ku mampu memaafkan
Tapi hati masih terasa pedih
Seperti luka yg bertabur garam
Bukankah saat angin kehilangan desirnya
Daun kering enggan meluruhkan ratingnya?
Dan bukankah saat langit hilang kebiruannya
Burung pun menjadi enggan mengepakan sayapnya
Begitu pun dengan hati ini
Hilang lah kharismamu di mataku
Berubah mnjadi keji dengan sayatan lisan
Hingga membuat luka yang menganga
Dan hilang lah gugusan kepercayaan iniDentuman keras mnggelepar dlm hatiku
Remuk seluruh tulangku
Luluh semua nadiku
Ketika cacian itu kau lontarkan
Yg mmbuat ku berbalik arah
Sprti itu kah caramu mnyayangiku?
Bak api membakar rating kering mnjadi debu
Mulut ku mampu memaafkan
Tapi hati masih terasa pedih
Seperti luka yg bertabur garam
Bukankah saat angin kehilangan desirnya
Daun kering enggan meluruhkan ratingnya?
Dan bukan kah saat langit hilang kebiruannya
Burung pun menjadi enggan mengepakan sayapnya
Begitupun dengan hati ini
Hilanglah kharismamu di mataku
Berubah menjadi keji dengan sayatan lisan
Hingga membuat luka yang menganga
Dan hilanglah gugusan kepercayaan ini..
Dentuman keras mnggelepar dalam hatiku
Remuk seluruh tulangku
Luluh semua nadiku
Ketika cacian itu kau lontarkan
Yang membuat ku berbalik arah
Seperti itu kah caramu menyayangiku?
Bak api membakar ranting kering menjadi debu
Mulut ku mampu memaafkan
Tapi hati masih terasa pedih
Seperti luka yg bertabur garam
Bukankah saat angin kehilangan desirnya
Daun kering enggan meluruhkan ratingnya?
Dan bukankah saat langit hilang kebiruannya
Burung pun menjadi enggan mengepakan sayapnya
Begitu pun dengan hati ini
Hilang lah kharismamu di mataku
Berubah mnjadi keji dengan sayatan lisan
Hingga membuat luka yang menganga
Dan hilang lah gugusan kepercayaan iniDentuman keras mnggelepar dlm hatiku
Remuk seluruh tulangku
Luluh semua nadiku
Ketika cacian itu kau lontarkan
Yg mmbuat ku berbalik arah
Sprti itu kah caramu mnyayangiku?
Bak api membakar rating kering mnjadi debu
Mulut ku mampu memaafkan
Tapi hati masih terasa pedih
Seperti luka yg bertabur garam
Bukankah saat angin kehilangan desirnya
Daun kering enggan meluruhkan ratingnya?
Dan bukan kah saat langit hilang kebiruannya
Burung pun menjadi enggan mengepakan sayapnya
Begitupun dengan hati ini
Hilanglah kharismamu di mataku
Berubah menjadi keji dengan sayatan lisan
Hingga membuat luka yang menganga
Dan hilanglah gugusan kepercayaan ini..
''Ketika Kamu Menangis''
Aku yang pernah mengering di
kelopak matamu,,
dan mengisyaratkan segala doa diatas semua naungan penantian yang tak berujung,,
Terus saja mengikuti aroma kecintaanmu yang melekat kuat dalam nafasku..
Pada ruang yg kelak kita hujami dg tawa dan kepedihan..
Atau bahkan dg sebuah tanya yg mungkin menyisakan perih,
di tanah yg kita pijak brsama lalu
memusarakan mimpi pd ombak dan desir angin,
yg kerap kali kita abaikan dan tak pernah kita hiraukan..
Aku yg pernah menitipkan setetes air mata digenangan tatapan tajammu
pada sekepal bahagia yg menolak untuk direngkuh..
Bertanya pada dirimu..
"selain sukmaku yang menyeru nyerukan rahasia terdalam dari apa yang kau namakan cinta itu.
Adakah sisi lain serupa bisikan atau perasaan asing yg memojokkanmu dalam ketidak percayaan dan ketidak mampuanmu dalam pembenaran keruntuhan dinding ketegaran..?"
Ketika melihatmu menangis dan mengimani setiap nafasku adalah keinginanmu untuk menemukan jengkal2 rindu yang mengabarkan tentang cinta yang terdalam dari hati..
Ya..
Dari hati yg terangkat dengan segenap asa,,
lalu mengakhiri kesedihan dengan senyum yang menikam dada..
Tidak untuk sepatah kata cinta dari hujan aku memaknai kerindunya..
Tidak pula untuk segala hal tentang kepedihan aku mengamini tangisnya..
Aku mengenalmu dalam ketiadaan yang tak pernah menunjukkan tentang arti apa itu airmata..
Serupa ketika sebuah riwayat dikumandangkan para penyair dalam khampaannya,
lalu tak satupun kata menyisakan tentang arti tetesannya..
Aku berlari..
Berlari dari semua itu..
Tertawa..
Tawa ibarat duri yg melukai hati..
Dan akhirnya titik nol membawaku kembali disini..
Untuk mengenalmu dalam jarak yang sempat tertahan..
Berkali-kali hatiku bergumam "kita harus kembali" ..
"Ya.. kita harus kembali" ..
Secarik kata yg terus terngiang Dalam pencarianku..
Dlm penantianmu..
Jika kesetiaan adalah sesuatu yg tak bisa kita ajak duduk bersama dalam bayang bayang pengingkaran..
Maka, reguklah air mata ini dlm kegersangannya..
Kita nikmati pedih nya..
Kita habiskan untuk menghapus dahaga
dan ketidakpahaman akan sebuah kebencian pada mimpi yg membuat kita terjerat dalam nyanyian yang bernama kemungkinan yg tak pernah pasti..
Lalu diamlah berdiri pada puncak kenangan yang terlanjur menjadi suara suara ketulusan..
Dan..
tersenyumlah..
ketika melihatmu menangis dalam isak yang terbaur sebuah pengorbanan, maka ijinkanlah aku untuk menyembunyikan Airmataku dalam diam dan dalam kecintaan..
Kecintaan yang yang kini terburai menjadi sebuah kehampaan..
dan mengisyaratkan segala doa diatas semua naungan penantian yang tak berujung,,
Terus saja mengikuti aroma kecintaanmu yang melekat kuat dalam nafasku..
Pada ruang yg kelak kita hujami dg tawa dan kepedihan..
Atau bahkan dg sebuah tanya yg mungkin menyisakan perih,
di tanah yg kita pijak brsama lalu
memusarakan mimpi pd ombak dan desir angin,
yg kerap kali kita abaikan dan tak pernah kita hiraukan..
Aku yg pernah menitipkan setetes air mata digenangan tatapan tajammu
pada sekepal bahagia yg menolak untuk direngkuh..
Bertanya pada dirimu..
"selain sukmaku yang menyeru nyerukan rahasia terdalam dari apa yang kau namakan cinta itu.
Adakah sisi lain serupa bisikan atau perasaan asing yg memojokkanmu dalam ketidak percayaan dan ketidak mampuanmu dalam pembenaran keruntuhan dinding ketegaran..?"
Ketika melihatmu menangis dan mengimani setiap nafasku adalah keinginanmu untuk menemukan jengkal2 rindu yang mengabarkan tentang cinta yang terdalam dari hati..
Ya..
Dari hati yg terangkat dengan segenap asa,,
lalu mengakhiri kesedihan dengan senyum yang menikam dada..
Tidak untuk sepatah kata cinta dari hujan aku memaknai kerindunya..
Tidak pula untuk segala hal tentang kepedihan aku mengamini tangisnya..
Aku mengenalmu dalam ketiadaan yang tak pernah menunjukkan tentang arti apa itu airmata..
Serupa ketika sebuah riwayat dikumandangkan para penyair dalam khampaannya,
lalu tak satupun kata menyisakan tentang arti tetesannya..
Aku berlari..
Berlari dari semua itu..
Tertawa..
Tawa ibarat duri yg melukai hati..
Dan akhirnya titik nol membawaku kembali disini..
Untuk mengenalmu dalam jarak yang sempat tertahan..
Berkali-kali hatiku bergumam "kita harus kembali" ..
"Ya.. kita harus kembali" ..
Secarik kata yg terus terngiang Dalam pencarianku..
Dlm penantianmu..
Jika kesetiaan adalah sesuatu yg tak bisa kita ajak duduk bersama dalam bayang bayang pengingkaran..
Maka, reguklah air mata ini dlm kegersangannya..
Kita nikmati pedih nya..
Kita habiskan untuk menghapus dahaga
dan ketidakpahaman akan sebuah kebencian pada mimpi yg membuat kita terjerat dalam nyanyian yang bernama kemungkinan yg tak pernah pasti..
Lalu diamlah berdiri pada puncak kenangan yang terlanjur menjadi suara suara ketulusan..
Dan..
tersenyumlah..
ketika melihatmu menangis dalam isak yang terbaur sebuah pengorbanan, maka ijinkanlah aku untuk menyembunyikan Airmataku dalam diam dan dalam kecintaan..
Kecintaan yang yang kini terburai menjadi sebuah kehampaan..
Senin, 19 Mei 2014
''Celoteh Sendza untuk Nirwana''
Dalam pengasinganmu melawan segala hambar..
Aku ingin sekali menjadi rimba nya hutan, rumah dari segala safar..
Atau mnjadi tebing-tebing batu..
Tempatmu sejenak bersandar atas seluruh gusar..
Barangkali pantas bagiku mnjdi sepercik dan sebening mata air bagimu..
Menceraikanmu dari peluh dan keluh,
menggantinya dengan seteguk teduh..
Aku ingin menjadi kabut, yang mustahil kau dekap..
Menghilang dan pergi tak terduga tertiup angin yang tiba-tiba menyapa..
Mungkin yang akan menyesatkan jalanmu..
Atau Mungkin pula yang akan memberi isyarat::
Bahwa Sudah waktunya berhenti; memberi jeda pada langkah,
kemudian mencari arah dan celah..
Atau kalau mau, Biarkan aku menjadi selangka edelweis..
Yang sudah jauh-jauh kau tuju hanya demi sekejap sekap dan sekejap harap..
Membuatmu kehilangan banyak, demi sebentuk kesadaran:::
Bahwa tak semua usaha bisa membeli yang berharga..
Bahwa tak segala yang kau cintai dapat kau miliki..
Atau, bolehkah aku menjadi puncak?..
Menjadi tempat terakhirmu menapakan kaki mu..
Titik menyudahi petualangan sebelum pulang..
Atau sekedar menjadi semilir angin..
Membisikimu tentang kelembutan rindu yang terkadang berkalang ragu..
Boleh kah aku menjadi segala benda yang kau rindu?..
Atau Bolehkah aku menjadi semua tempat yang ingin kau tuju?..
Menjadi rimba nya hutanmu..
Mata air mu..
Kabutmu..
Edelweismu..
Puncakmu..
Rumah mu..
Celotehan Sendza untuk nirwana..
Yang selalu berusaha memberi warna..
Meski itu fatamorgana..
Aku ingin sekali menjadi rimba nya hutan, rumah dari segala safar..
Atau mnjadi tebing-tebing batu..
Tempatmu sejenak bersandar atas seluruh gusar..
Barangkali pantas bagiku mnjdi sepercik dan sebening mata air bagimu..
Menceraikanmu dari peluh dan keluh,
menggantinya dengan seteguk teduh..
Aku ingin menjadi kabut, yang mustahil kau dekap..
Menghilang dan pergi tak terduga tertiup angin yang tiba-tiba menyapa..
Mungkin yang akan menyesatkan jalanmu..
Atau Mungkin pula yang akan memberi isyarat::
Bahwa Sudah waktunya berhenti; memberi jeda pada langkah,
kemudian mencari arah dan celah..
Atau kalau mau, Biarkan aku menjadi selangka edelweis..
Yang sudah jauh-jauh kau tuju hanya demi sekejap sekap dan sekejap harap..
Membuatmu kehilangan banyak, demi sebentuk kesadaran:::
Bahwa tak semua usaha bisa membeli yang berharga..
Bahwa tak segala yang kau cintai dapat kau miliki..
Atau, bolehkah aku menjadi puncak?..
Menjadi tempat terakhirmu menapakan kaki mu..
Titik menyudahi petualangan sebelum pulang..
Atau sekedar menjadi semilir angin..
Membisikimu tentang kelembutan rindu yang terkadang berkalang ragu..
Boleh kah aku menjadi segala benda yang kau rindu?..
Atau Bolehkah aku menjadi semua tempat yang ingin kau tuju?..
Menjadi rimba nya hutanmu..
Mata air mu..
Kabutmu..
Edelweismu..
Puncakmu..
Rumah mu..
Celotehan Sendza untuk nirwana..
Yang selalu berusaha memberi warna..
Meski itu fatamorgana..
Minggu, 18 Mei 2014
Mafi Qalbi Ghairullah
Ya Allah susahnya untuk menjaga sekeping hati..
Puas aku bermujahadah untuk menjaga kesuciaanya..
Ku tau hati tempat jatuhnya pandangan Allah..
Karena itu aku berusaha semampu mungkin untuk mejaganya Setiap kali hati terpecik mazmumah aku mengaji diri sendiri..
Jahatnya aku..
Lemahnya iman ku..
Kenapa hatiku tidak seperti dulu..
Kadang aku kuat..
Kadang aku lemah..
Aku membenci diri sendiri..
Hidup terhimpit dengan mazmumah yang semakin melekat di hati...
Ya Allah beri aku jalan..
Beri aku penawar untuk membersih hatiku ini...
Aku mau...
'Mafi Qalbi Ghairullah...'
Bantulah aku ya Allah...
Teman..
Aku mau sendiri..
Aku mau muhasabah nafsi...
Aku mau menyendiri bersama Pemilik Hatiku..
Aku mau hatiku berbicara...
Kalian takkan mengerti..
Dan mungkin takkan pernah mengerti perihal diriku..
Hanya Allah yang tau..
Aku tidak menyalahkan diri kalian andai membenci diriku yang semakin menjauhi diri..
Karena saat ini aku perlukan ruang... mencari kembali hatiku..
"Mafi Qalbi Ghairullah..
''Mafi Qalbi Ghairullah..
"perkenankan Ya Allah..
Jadikanlah harapanku hanya padaMu.. bukan pada yang lain...
Jadikanlah pergantunganku hanya padaMu..
Bukan pada yang lain..
"Ilahi..Anta maqsudi wa ridhaKa Mathlubi.."
Ya Allah dengarlah rintihan hambaMu ini..
Dekatkan aku dengan cintaMu..
Ya Rabbi seandainya Engkau melihatku semakin menjauh dari-Mu, maka Engkau kembalilah aku kepada-Mu dengan pengembalian yang indah..
"Ya Rabbi Engkau tampakkanlah ke dalam hatiku rasa cinta padaMu dan RasulMu..
Melebihi kecintaanku kepada yang lain..
impian dan harapan seorang hamba..
TENTANG KEMARIN
karya "Sendza"
Air langit yg mewakili gemuruh hati
Tentang kemarin yg menoreh luka dalam
Wajah murammu laksana badai
Menghantam menghujam ketegaran
Mengoyak asa membekukan rasa
Bahagia adalah fatamorgana bagiku
Hanya sebaris mimpi dalamm khayal yang tak berujung
Tak ayal ku tetap terdiam tak bergeming di batas kemarin
Hari ini adalah luka
Esok adalah tiada
Mungkin kah kebekuan hati kan mencair?
Mungkin kah hujan ini kan reda?
Sedangkan tak ada tiang untuk ku bersandar
Tak ada sinar yang menuntun langkah ku
kemarin
Hari ini
Esok
Adalah luka bagi ku
Air langit yg mewakili gemuruh hati
Tentang kemarin yg menoreh luka dalam
Wajah murammu laksana badai
Menghantam menghujam ketegaran
Mengoyak asa membekukan rasa
Bahagia adalah fatamorgana bagiku
Hanya sebaris mimpi dalamm khayal yang tak berujung
Tak ayal ku tetap terdiam tak bergeming di batas kemarin
Hari ini adalah luka
Esok adalah tiada
Mungkin kah kebekuan hati kan mencair?
Mungkin kah hujan ini kan reda?
Sedangkan tak ada tiang untuk ku bersandar
Tak ada sinar yang menuntun langkah ku
kemarin
Hari ini
Esok
Adalah luka bagi ku
(........................................)
Mungkin perasaanku masih labil..
Seketika benci dan di lain waktu kembali membutuhkanmu..
Hatikupun juga perih mendengar namamu berkibar dalam nyawaku..
Berhari-hari kujalani dengan perihnya luka yang kau tuliskan di jalanku...
Berjuta air mata kujatuhkan hanya karena terbawa buaian nafasmu yang hidup dalam naunganku..
Langganan:
Komentar (Atom)